Tractor-Truck.Com

“Mengapa harus sulit, buang waktu dan biaya serta tenaga untuk mencari Spare Part Alat Berat dan Truk ?”
“Tractor-Truck.Com solusi tepat, cepat, hemat, praktis dan terpercaya mendapatkan Spare Part Alat Berat dan Truk”

 


Kami Tractor-Truck.Com mengucapkan terima kasih atas kunjungannya serta kepercayaan yang telah diberikan oleh Pelanggan yang sudah memanfaatkan fasilitas dan mendapatkan pelayanan dari team marketing kami atas kebutuhan Spare Part, Component & Unit yang berkaitan dengan Alat Berat, Genset & Truk. Bagi para Pengunjung dan Pelanggan Baru juga dapat memanfaatkannya fasilitas ini secara langsung dengan mengirimkan email (klik di sini) marketing@tractor-truck.com atau telpon & sms ke 081288639888 serta facsimile ke 021-85904666.

___________________________ Sudah terbukti serta dapat dipercaya dan diandalkan ___________________________
DAFTAR UNIT YANG DIJUAL



KOMPAS.com - Harga minyak dunia kembali melemah setelah Badan Energi Internasional, IEA, menurunkan perkiraan permintaan minyak dunia untuk tahun depan.

Harga minyak Brent turun menjadi US$60,50 per barel sebelum naik ke posisi US$62,67 pada hari Jumat (12/12), sementara minyak mentah Amerika diperdagangkan di bawah US$59 per barel. Untuk minyak Brent ini adalah harga terendah sejak Juli 2009.

IEA, organisasi konsultatif beranggotakan 29 negara, memperkirakan, permintaan minyak dunia pada 2015 turun 230.000 barel per hari menjadi 900.000 per hari, karena perkiraan turunnya konsumsi minyak di Rusia dan negara-negara pengekspor minyak.

Harga minyak dunia mengalami penurunan tajam sejak Juni lalu karena melemahnya permintaan dan juga disebabkan oleh peningkatan produksi minyak nonkonvensional (shale oil) di Amerika Serikat yang membuat pasok global bertambah.

"Akar penyebab penurunan harga adalah melonjaknya pasok dari negara-negara non-OPEC ... sementara pertumbuhan permintaan global mencapai titik terendah dalam lima tahun," demikian pernyataan IEA.

Wartawan ekonomi BBC mengatakan turunnya harga minyak dunia bisa menyebabkan deflasi, satu perkembangan yang kurang menguntungkan bagi Jepang, negara-negara yang menggunakan mata uang euro, dan Tiongkok.

Editor : Hindra Liauw
Sumber: BBC Indonesia


Narasumber : kompas.com


Editor : Hindra Liauw
Sumber: BBC Indonesia
Diperbarui pada Kamis, 16 Jun 2016 10:41

JAKARTA. PT Nissan Motor Indonesia (NMI),  agen pemegang merek (APM) Nissan terus berusaha mendongkrak penjualan mobilnya dengan mengeluarkan mobil niaga. Untuk segmen ini, Nissan akan mendatangkan versi terbaru pikap dobel kabin Navara. Rencananya Nevara baru ini meluncur Maret 2015.

Versi terbaru Navara ini diharapkan bisa mendongkrak penjualan Nissan yang melambat. "Nissan mencoba peruntungan di kendaraan komersial," jelas Budi Nur Mukmin, General Marketing Strategy and Communication Division PT NMI, Rabu (10/12).

Untuk pasar pikap dobel kabin ini, Budi tak mau muluk-muluk memasang target. Banyak pertimbangan untuk mematok penjualan di segmen pikap dobel kabin ini. Apalagi, kompetitor Navara terbilang cukup banyak dan tangguh, antara lain: Mitsubishi Strada Triton, Toyota Hilux dan Isuzu Dmax.

Adapun dari sisi penjualan, sepanjang tahun ini penjualan Navara tidak begitu kencang. Pada periode Januari sampai Oktober 2014 lalu, penjualan Navara hanya 270 unit. Namun begitu, kehadiran versi terbaru Navara diharapkan bisa mendongkrak penjualan menjadi 1.500 unit per tahun.

Agar penjualan bisa berkibar, Nissan akan melakukan pendekatan ke perusahaan tambang dan migas. Tak hanya itu, Nissan juga akan menyasar segmen pasar ritel, yang selama ini menggunakan mobil pikap single cabin.

Untuk diketahui, sepanjang tahun 2014 ini Nissan telah melakukan beragam cara untuk mengerek penjualan. Termasuk melakukan cuci gudang dan memberikan diskon besar untuk produk lama. Namun karena kompetitor melakukan strategi diskon serupa, membuat cara Nissan ini kurang ampuh mengerek jualan.

Kondisi penjualan Nissan bertambah berat saat pemerintah memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada bulan November 2014 lalu. Namun, manajemen Nissan realistis melihat kondisi pasar ini dengan cara memangkas target penjualannya.

Pada periode penjualan tahun fiskal ini (April 2014 - Maret 2015), Nissan memutuskan untuk menurunkan target penjualan dari patokan semula sebanyak 50.000 unit per tahun. "Perkiraan saya penjualan kurang dari target, turun sekitar 10% dari target menjadi 45.000 unit," jelas Budi.

Adapun pada periode Januari-Oktober 2014, penjualan Nissan keseluruhan baru mencapai 29.840 unit atau turun 42% dari periode yang sama tahun 2013 sebanyak 51.742. Walaupun penjualan Nissan turun, namun perusahaan masih bisa berharap dari penjualan mobil low cost green car merek Datsun yang sudah terjual 15.035 unit sampai Oktober 2014.

Editor: Yudho Winarto

Narasumber : kontan.co.id

Diperbarui pada Kamis, 16 Jun 2016 10:41

JAKARTA. Harga minyak mentah semakin tergelincir. Untuk pertama kali selama lebih dari tiga tahun, harga minyak lebih murah dibandingkan harga batubara. Meskipun harga kedua komoditas energi ini sama-sama tergerus, minyak jatuh lebih dalam.

Pada Kamis (11/12) pukul 16.00 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pengiriman Januari 2015 di US$ 61,28 per barel. Harga minyak naik 0,87% dibandingkan hari sebelumnya yang menyentuh US$ 60,94. Sementara harga batubara di bursa Ice Futures pengiriman Januari 2015 pada Rabu (10/12) di US$ 62,8 per metrik ton, naik 0,40% dibandingkan hari sebelumnya.

Sekadar mengingatkan, terakhir kali harga minyak lebih murah dari harga batubara pada semester pertama 2011. Saat itu harga minyak bertengger di US$ 91 per barel. Sementara harga batubara di US$ 139 per metrik ton. Pada bulan Januari-Februari 2009, harga minyak bahkan pernah menyentuh US$ 33 per barel. Saat itu, harga batubara sekitar US$ 65 per metrik ton.

Wahyu Tribowo Laksono, analis Central Capital Futures mengatakan, harga minyak dan batubara sulit naik hingga akhir tahun ini. Laju harga minyak terhadang oleh dua faktor utama. Pertama, kekhawatiran melambatnya ekonomi Eropa dan China.

Kedua, faktor perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) mengakibatkan penguatan dollar. Hal ini berdampak negatif terhadap komoditas yang dijual dalam dollar AS. "Saat ini demand sedang lesu. Sementara supply melimpah," jelas Wahyu.

Guntur Tri Hariyanto, analis PT Pefindo, menilai, harga minyak terbebani karena anggota OPEC enggan memangkas produksi. Namun, musim dingin bisa sedikit mengerek harga minyak. "Outlook harga minyak masih bisa turun karena demand belum kuat," ujar Guntur.

Tahun depan, Guntur cukup optimistis memandang harga minyak seiring perbaikan ekonomi global. Harga batubara juga berpotensi naik. Maklum, Indonesia berwacana akan memangkas produksi batubara. Tujuannya, untuk mengangkat harga si hitam.

Wahyu memprediksi, harga minyak kuartal I-2015 di kisaran US$ 45-US$ 76 per barel. Sementara Guntur menduga, harga batubara di US$ 62- US$ 66 per metrik ton.


Editor: Barratut Taqiyyah


Narasumber : kontan.co.id
Diperbarui pada Kamis, 16 Jun 2016 10:41

JAKARTA. Pengusaha tambang, baik pemegang kontrak karya (KK) maupun perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) tak habis pikir dengan kebijakan pemerintah soal rencana pengembalian lahan tambang yang gagal eksplorasi dalam jangka waktu tertentu. Padahal, mekanisme pengembalian lahan oleh kontraktor masih diproses lewat renegosiasi kontrak.

Kebijakan tambang nasional untuk jangka panjang makin membingungkan dengan terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 08.E/30/DJB/2014 mengenai kewajiban peningkatan  tahap kegiatan untuk pemegang KK dan PKP2B. "Kalau semua blok yang dimiliki perusahaan ditingkatkan dari kegiatan eksplorasi, lalu mana yang dipertahankan untuk konservasi dan rencana jangka panjang," keluh Jeffrey Mulyono, Direktur Utama PT Pesona Khatulistiwa Nusantara kepada KONTAN, Rabu (10/12).

Sebagai gambaran, Pesona Khatulistiwa memiliki empat blok yang mengandung sumber daya batubara, yakni  Kelubir, Sekayan, Rangau, dan Ardimulyo. Hingga saat ini, baru Blok Kelubir dan Sekayan yang sudah masuk tahapan eksploitasi.

Sedangkan Rangau masih dalam tahap eksplorasi, dan Blok Ardimulyo hingga sekarang masih greenfield atau masih dalam tahapan penyelidikan umum. "Tidak mungkin kami tingkatkan blok ke tahapan produksi semua tanpa ada areal yang disisakan," kata Jeffrey.

Selain itu, batasan waktu dua tahun untuk menggelar tahapan produksi juga tidak realistis. Maklum, untuk kegiatan tersebut memerlukan berbagai izin, apalagi kalau bersinggungan dengan kawasan hutan yang perlu bertahun-tahun proses izin pinjam pakainya.

Sehingga, ancaman pengembalian lahan apabila waktu kegiatan eksplorasi tidak tuntas akan mengancam kinerja perusahaan tambang. "Kalau kami sudah keluarkan biaya Rp 150 miliar untuk eksplorasi, lalu lahannya dikembalikan ke negara, tidak fair dong," kata Bob Kamandanu, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI).

Pemerintah pun tidak bisa membeda-bedakan tahapan kegiatan di beberapa blok yang dimiliki kontraktor. Sejatinya, sudah adanya blok yang telah memasuki tahapan konstruksi atau eksploitasi menandakan perusahaan tersebut telah melalui tahapan produksi.

Pengembalian areal tambang perusahaan pemegang kontrak menjadi wilayah pencadangan negara (WPN) juga telah dibicarakan dalam renegosiasi kontrak. Artinya, pemerintah tidak bisa sepihak mengambil alih areal tambang yang sedang dikelola perusahaan. "Harusnya, penciutan areal tambang itu masuk dalam renegosiasi, tidak bisa cuma lewat surat edaran," kata Tony Wenas, Wakil Ketua Indonesian Mining Association (IMA).

Selain itu, pemerintah seharusnya  memperhatikan kendala penerbitan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) yang jamak terjadi, agar kegiatan eksplorasi pengusaha dapat berjalan optimal. Sebab, sejumlah perusahaan mengeluhkan belum bisa memulai kegiatan eksplorasi di areal tambangnya karena masih menunggu keluarnya izin.

Editor: Yudho Winarto


Narasumber : kontan.co.id
Diperbarui pada Kamis, 16 Jun 2016 10:41

JAKARTA. Setelah sempat jatuh, harga timah kemarin bergerak menguat setelah muncul harapan kenaikan permintaan timah dari Amerika Serikat (AS). Tapi, laju indeks dollar AS bakal menjadi hambatan kenaikan harga timah.

Mengutip Bloomberg, Kamis (11/12), kontrak timah bulan Desember 2014 di London Metal Exchange (LME) pukul 12.00 WIB, bertengger di level US$ 20.394 per metrik ton (MT), naik 0,8% dibandingkan hari sebelumnya. Padahal pada penutupan Rabu (11/12), harga timah sempat menukik 1,5% sehari. Sedangkan selama sepekan harga turun 0,05% menjadi US$ 20.394 per MT.

Analis Komoditas dan Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka Ibrahim mengatakan, perekonomian AS sedang bagus. Defisit anggaran AS pada bulan November 2014 turun 53%, ketimbang bulan sebelumnya menjadi US$ 56,8 miliar. Hasil ini jauh lebih baik ketimbang prediksi pasar, yakni US$ 63,8 miliar.

Ibrahim menyatakan, ini mempengaruhi pembelian timah dari AS, yang merupakan salah satu negara importir timah. "Ini memberikan sentimen positif bagi timah," kata dia, kemarin. Kendati demikian, Ibrahim menilai, kenaikan harga timah hanya sementara. Ia memprediksi, harga timah akan kembali turun ketika indeks dollar AS terus menguat.

Hari ini, ia menduga investor akan cenderung profit taking. Maklum, kemarin malam AS mengumumkan sejumlah indikator ekonomi, seperti penjualan ritel, klaim pengangguran dan cadangan gas alam. Semua data ini memberi sinyal positif. Tapi, akan menekan harga timah karena dollar AS menguat.

Selain itu, tambang timah terbesar di dunia yang berada di Myanmar akan meningkatkan produksi. "Sementara stok tinggi, permintaan menurun karena perlambatan ekonomi dunia," jelas Ibrahim. Sentimen negatif ini diperkeruh oleh situasi perekonomian negara-negara seperti Tiongkok, India dan Eropa yang tengah melambat.

Sedangkan di Indonesia, meskipun menetapkan UU Mineral dan Batubara (Minerba) tapi stok yang tinggi tidak lantas menyusut. "Jumat (12/12), harga timah akan kembali turun," duga Ibrahim. Apalagi pekan depan, The Fed akan menggelar pertemuan yang kemungkinan akan membahas waktu kenaikan suku bunga. Akibatnya pelaku pasar yang bertransaksi menggunakan dollar AS bersikap wait and see.

Komoditas menjadi pihak yang tidak diuntungkan akibat penguatan dollar AS karena harga menjadi mahal. Penurunan harga komoditas pun tak bisa dihindari. Secara teknikal Ibrahim bilang, bollinger band dan moving average (MA) 60% di atas bollinger bawah.

Indikator stochastic di level 60% negatif. Lalu moving average convergence divergence (MACD) berada di level 60% di area positif. Relative strength index (RSI) 65% negatif. Ibrahim memperkirakan, harga timah terus meleleh hingga akhir tahun. Hari ini, harga timah diprediksi bergerak di US$ 20.300-US$ 20.405 per MT. Dalam sepekan ke depan, harga bakal bergerak di kisaran US$ 20.210- US$ 20.430 per MT.

 

Editor: Barratut Taqiyyah


Narasumber : kontan.co.id
Diperbarui pada Kamis, 16 Jun 2016 10:41

 

Anda disini: Home Semua Berita