- Ditulis oleh Administrator
- Kategori: Berita
- Diperbarui pada 16 Jun 2016
- Dilihat: 3135
JAKARTA. Harga tembaga melaju ke level tertinggi dalam empat pekan. Spekulasi peningkatan permintaan tembaga seiring pemulihan ekonomi AS ikut mendongkrak harga tembaga.
Mengutip Bloomberg, kemarin (26/6), kontrak tembaga pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange naik 0,5% menjadi US$ 6.951,25 per metrik ton. Ini merupakan level tertinggi sejak 28 Mei 2014.
Persediaan tembaga yang dipantau bursa utama di London, Shanghai dan New York, turun 51% sepanjang tahun ini. Ini merupakan stok level terendah sejak Oktober 2008.
Pemulihan ekonomi AS diperkirakan mampu mengerek permintaan tembaga. Sebab, AS merupakan pengguna tembaga terbesar kedua di dunia. "Investor melihat perekonomian AS semakin membaik pasca cuaca buruk di kuartal pertama," kata Kazuhiko Saito, analis Fujitomi Co, broker komoditas di Tokyo.
Ibrahim, analis komoditas dan Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka, menilai, kenaikan harga tembaga kemarin dipengaruhi data ekonomi AS yang dirilis Rabu malam (25/6) yaitu data pemesanan barang tahan lama (durable goods order) pada Juni 2014 dan pendapatan domestik bruto (PDB) AS kuartal I-2014 yang hasilnya kurang memuaskan. "Data ini melemahkan dollar AS, sehingga mendukung kenaikan harga tembaga," ungkap Ibrahim.
Ibrahim menambahkan, harga tembaga juga diuntungkan faktor geopolitik di Ukraina. Periode 21 Juni-28 Juni, Rusia menggelar latihan militer gabungan dengan pasukan Crimea dan mengultimatum Ukraina. Eskalasi ketegangan ini memberikan sentimen positif terhadap harga tembaga.
Wahyu Tribowo Laksono, analis PT Central Capital Futures, menuturkan, harga tembaga terangkat karena data manufaktur PMI China yang membukukan angka 50,8 ini melampaui estimasi sebesar 49,7. Angka di atas 50 menunjukkan adanya ekspansi di Tiongkok. "Ada harapan pulihnya ekonomi China, AS dan Eropa. Meski tidak sebaik sebelum krisis ekonomi global," ujar Wahyu. Namun, ia menilai laju harga tembaga masih tertahan lantaran saat ini stok di China masih mencukupi.
Secara teknikal, Wahyu bilang harga tembaga menunjukkan pergerakan up trend. Harga berada di atas moving average (MA) 50 dan MA 100, tapi masih berada di bawah MA 200. Moving average convergence divergence (MACD) sudah beranjak ke area positif 22. Indikator stochastic telah memasuki area jenuh beli (overbought) di level 91%. Sementara relative strength index (RSI) berada di level 61,8%.
Wahyu memprediksi, harga tembaga sepekan mendatang akan bergerak di kisaran US$ 6.700-US$ 7.080 per metrik ton. Sementara Ibrahim menduga harga tembaga sepekan bergerak di level US$ 6.900 sampai US$ 7.080 per metrik ton.
Narasumber : kontan.co.id
- Ditulis oleh Administrator
- Kategori: Berita
- Diperbarui pada 16 Jun 2016
- Dilihat: 2889
JAKARTA. Harga patokan ekspor (HPE) produk pertambangan Juli 2014 telah ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kamis (26/6). Harga yang ditetapkan secara berkala ini mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29/M-DAG/PER/6/2014 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Produk Pertambangan Hasil Pengolahan yang Dikenakan Bea Keluar.
Bachrul Chairi, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag bilang, penetapan HPE periode Juli 2014 dilakukan setelah memperhatikan usulan tertulis dan hasil rapat koordinasi dengan instansi-instansi teknis terkait. "Khususnya menyikapi perkembangan harga komoditas baik nasional maupun internasional," terang Bachrul lewat siaran pers, Jumat (27/6).
Produk pertambangan hasil pengolahan yang dikenakan bea keluar adalah konsentrat tembaga, seng, dan konsentrat timbal. Selain itu, ada juga konsentrat besi, mangan, ilmenite, serta konsentrat titanium lainnya. Harga dasar perhitungan HPE bersumber dari Asian Metal. Acuan ini untuk penetapan harga dasar konsentrat besi dan konsentrat mangan. Sedangkan konsentrat tembaga, konsentrat timbal, serta konsentrat seng mengacu dari London Metal Exchange (LME).
Sebagai perbandingan HPE bulan sebelumnya, sebagian besar HPE Juli 2014 menurun. Harga rata-rata tembaga (Cu ≥ 15%) US$ 1.857,20 per ton alias wet metric ton (WMT) turun 0,42%. Sementara bijih besi (gutit/laterit) (Fe ≥ 51% dan (Al2O3 + SiO3) ≥ 10%) harga rata-rata US$ 27,35 per WMT turun 19,03%.
Adapun konsentrat mangan (Mn ≥ 49%) yang biasanya US$ 169,46 per WMT anjlok 4,17% dan timbal (Pb ≥ 57%) di harga rata-rata US$ 867,17/WMT merosot 0,51%. Sedangkan konsentrat yang naik dibandingkan HPE Juni 2014 antara lain seng (Zn ≥ 52%) di harga rata-rata US$ 501,56 per WMT atau naik 1,65%. Harga dasar bijih besi (hematit, magnetit, pirit) (Fe ≥ 62%), ilminate, dan konsentrat titanium lainnya tak berubah.
"Peningkatan dan penurunan HPE produk pertambangan hasil pengolahan disebabkan adanya fluktuasi harga internasional pada komoditi pertambangan tersebut," jelas Bachrul.
- Ditulis oleh Administrator
- Kategori: Berita
- Diperbarui pada 16 Jun 2016
- Dilihat: 3494
JAKARTA. Harga timah belum mampu bergerak banyak. Sentimen domestik Indonesia soal pengetatan ekspor timah belum mampu menggerakkan harga timah global. Di bursa London Metal Exchange (LME), harga timah untuk pengiriman tiga bulan ke depan sebesar US$ 22.500 per metrik ton, Rabu (25/6). Harga ini turun 0,33% dibanding harga sehari sebelumnya.
Padahal, mengutip Bloomberg, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan sedang mewacanakan menaikkan standar ekspor timah supaya bisa bersaing dengan bursa LME. Saat ini perdagangan timah lokal diatur lewat Bursa Derivatif dan Komoditi Indonesia (BKDI). Selain itu, awal Juni ini Gubernur Bangka Belitung, Rustam Effendi juga sempat mewacanakan pembubaran BKDI.
Analis Central Capital Futures, Wahyu Tribowo Laksono mengatakan seharusnya dua isu tersebut dapat mengangkat harga timah lantaran pasokan timah global berpotensi berkurang. “Namun investor masih melihat aturan tersebut belum begitu berpengaruh terhadap harga timah,†ujarnya.
Menurut Wahyu saat ini pergerakan harga timah masih dalam konsolidasi antara US$ 21.000 hingga US$ 24.000 per metrik ton. Wahyu menilai pergerakan harga lebih dipengaruhi oleh gerakan teknikal. Ia memprediksi harga timah akan berkisar US$ 22.200 hingga US$ 22.800 per metrik ton. Sedangkan proyeksinya sepekan ke depan antara US$ 22.400 sampai US$ 23.000 per metirk ton.
- Ditulis oleh Administrator
- Kategori: Berita
- Diperbarui pada 16 Jun 2016
- Dilihat: 3959
JAKARTA. Produsen alat berat PT Sany Perkasa dengan merek mereka SANY, meluncurkan beberapa jenis excavator baru.
SANY meluncurkan beberapa jenis excavator, yaitu SY55C, SY75C, SY135C, SY205C, SY215C, SY365C, dan SY465C. Excavator itu memiliki kapasitas angkut mulai dari 5,5 ton hingga 46,5 ton.
Benny Kurniajaya, President Director PT Jakarta International Machenery Centre (Jimac) Group, mengatakan, peluncuran produk baru excavator itu dalam rangka pembangunan infrastruktur, pertambangan dan perkebunan di Indonesia.
"Salah satu keunggulan dari semua jenis excavator kami adalah garansi 1,5 tahun untuk semua tipe mulai dari garansi service, suku cadang tanpa batas waktu dan jam pemakaian," ujar Benny pada Rabu (25/6).
Ia juga mengatakan untuk excavator dengan kapasitas angkut 20 ton ke atas mendapat tambahan garansi selama 1,5 tahun lagi atau 10.000 jam untuk 10 komponen suku cadang. "Jadi kami perkuat layanan purnajual ke konsumen," ujar Benny.
Catatan saja, saat ini pemegang tunggal merek SANY dimiliki oleh Jimac, sejak tiga tahun terakhir. Dalam kurun waktu tersebut, Jimac memasarkan 600 unit alat berat SANY.
- Ditulis oleh Administrator
- Kategori: Berita
- Diperbarui pada 16 Jun 2016
- Dilihat: 3572
JAKARTA. Kendati kinerja pada Januari-Mei jauh dari memuaskan, PT United Tractors Tbk (UNTR) tidak berniat merevisi target penjualan alat berat di 2014.
Sara K. Loebis, Sekretaris Perusahaan UNTR mengatakan, volume penjualan alat berat Komatsu yang mencapai 1.901 unit di lima bulan awal sudah sesuai dengan target keseluruhan 2014.
"Kami masih targetkan tumbuh sekitar 5% pada akhir tahun," kata Sara kepada KONTAN, Rabu (25/6). Di tahun lalu, volume penjualan alat berat UNTR mencapai 4.203 unit. Artinya, UNTR tetap membidik penjualan sekitar 4.413 unit alat berat di tahun ini.
Target yang terbilang konservatif ini memang didasarkan pada belum adanya indikasi perbaikan permintaan alat berat di tahun ini. Soalnya, klien-klien utama UNTR terutama dari sektor pertambangan batubara menurunkan order alat berat lantaran masih menahan produksi.
Kondisi tersebut memaksa UNTR untuk terus melakukan efisiensi di segala bidang. UNTR, misalnya, memutuskan untuk memangkas belanja modal atau capital expenditure (capex) 2014 menjadi US$ 250 juta-US$ 300 juta.
Jumlah baru tersebut lebih rendah dari anggaran capex 2014 yang sebelumnya ditetapkan senilai US$ 300 juta-US$ 350 juta. Pemangkasan itu dilakukan lantaran UNTR memilih lebih efisien dalam melakukan ekspansi seiring masih buruknya permintaan alat berat maupun harga jual batubara.
Mayoritas capex pun akan lebih digunakan untuk menunjang kebutuhan operasional, seperti penggantian alat berat milik PT Pamapersada Nusantara (Pama), anak usaha UNTR yang bergerak di bidang usaha kontraktor pertambangan batubara.