Tractor-Truck.Com

“Mengapa harus sulit, buang waktu dan biaya serta tenaga untuk mencari Spare Part Alat Berat dan Truk ?”
“Tractor-Truck.Com solusi tepat, cepat, hemat, praktis dan terpercaya mendapatkan Spare Part Alat Berat dan Truk”

 


Kami Tractor-Truck.Com mengucapkan terima kasih atas kunjungannya serta kepercayaan yang telah diberikan oleh Pelanggan yang sudah memanfaatkan fasilitas dan mendapatkan pelayanan dari team marketing kami atas kebutuhan Spare Part, Component & Unit yang berkaitan dengan Alat Berat, Genset & Truk. Bagi para Pengunjung dan Pelanggan Baru juga dapat memanfaatkannya fasilitas ini secara langsung dengan mengirimkan email (klik di sini) marketing@tractor-truck.com atau telpon & sms ke 081288639888 serta facsimile ke 021-85904666.

___________________________ Sudah terbukti serta dapat dipercaya dan diandalkan ___________________________
DAFTAR UNIT YANG DIJUAL



INILAHCOM, Jakarta - Tren harga batu bara di pasar global yang kini mengalami penurunan tak selamanya memberi dampak negatif terhadap pelaku usaha tambang nasional. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyebut produksi batu bara nasional dapat dimanfaatkan dengan rencana pemerintah yang ingin membangun pembangkit listrik mencapai 35 ribu megawatt (Mw).

"Batu bara saya yakin nanti ada keseimbangan. Sebab, nanti ada upaya untuk menambah kapasitas listrik sebesar 35.000 Mw," ujar dia di Jakarta, Jumat (14/11/2014).

Ia menyadari produksi batu bara nasional memang berorientasi ekspor. Sebab, kata dia, kebutuhan batubara pasar di domestik hingga kini tak besar.

"Ekspor lebih besar karena konsumsi batubara nasional saja tidak tinggi," tutur dia.

Melalui mega proyek penambahan kapasitas listrik sebesar 35.000, ia yakin kebutuhan batu bara akan meningkat dari biasanya dengan terbangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

"Pembangunan PLTU sejalan dengan penambahan kapasitas listrik sebesar 35.000 Mw. Itu membuat demand domestik meningkat," ucap dia. [aji]


Narasumber : inilah.com

Diperbarui pada Kamis, 16 Jun 2016 10:41

Jakarta (ANTARA News) - Peraturan Pemerintah (PP) No.79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional mengamanatkan kepada pemerintah untuk menghentikan ekspor gas dan batubara guna menjamin ketersediaan energi.

Menurut peraturan yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Oktober 2014 itu, sumber energi tidak lagi dijadikan sebagai komoditas ekspor semata, namun sebagai modal pembangunan nasional untuk kemakmuran rakyat.

Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional itu berlaku selama 2014-2050

Aturan yang disusun oleh Dewan Energi Nasional (DEN) tersebut ditujukan untuk memberi arah pengelolaan energi guna mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi.

Menurut Pasal 10 PP No. 79/2014, salah satu upaya memenuhi ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional adalah mengurangi ekspor energi terutama gas dan batubara serta menetapkan batas waktu untuk memulai menghentikan ekspornya.

Cara lainnya adalah meningkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan, meningkatkan pasokan energi dari dalam dan luar negeri, serta meningkatkan kehandalan sistem produksi, transportasi, dan distribusi penyediaan energi.

Terkait nuklir, PP itu menyebutkan bahwa pemanfaatan energi alternatif tersebut merupakan pilihan terakhir setelah energi baru dan terbarukan lainnya dengan memperhatikan keselamatan secara ketat.

PP juga mengamanatkan penerapan tarif listrik secara progresif dan mekanisme feed in tariff untuk harga jual energi terbarukan.

Menurut peraturan itu, sasaran rasio elektrifikasi ditargetkan 85 persen pada 2015 dan mendekati 100 persen pada 2020. Sedangkan, rasio gas rumah tangga 2015 direncanakan 85 persen.

Sementara soal target bauran energi, PP mengamanatkan pada 2025 porsi energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen, minyak 25 persen, batubara 30 persen, dan gas 22 persen.

Pada 2050 penggunaan energi baru terbarukan ditargetkan 31 persen, minyak 20 persen, batubara 25 persen, dan gas 24 persen.

Terkait subsidi, PP menyebutkan, subsidi diperuntukkan bagi golongan masyarakat tidak mampu. Namun pengurangan subsidi bahan bakar minyak dan listrik terus dilakukan secara bertahap sampai kemampuan daya beli masyarakat tercapai.

Menurut peraturan itu, subsidi bisa diberikan pemerintah dan pemerintah daerah.

Kebijakan Energi Nasional merupakan amanat Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi.

DEN menyusun Kebijakan Energi Nasional. Pada 28 Januari 2014, Komisi VII DPR menyepakati penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional.

Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional itu mencabut Peraturan Presiden No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Editor: Maryati

 

Narasumber : antaranews.com

Diperbarui pada Kamis, 16 Jun 2016 10:41

INILAHCOM, Jakarta – Emiten alat berat dan batu bara PT United Tractors (UNTR) menargetkan penjualatan alat berat 4.000 unit pada 2015, atau turun 12% dari target tahun ini sebanyak 4.500 unit akibat tekananan dari sektor batubara.

Samuel Sekuritas mengungkapkan sudah memperkirakan terjadinya penurunan target penjualan alat berat perseroan pada tahun depan. “Bahkan target kami baik tahun ini maupun tahun depan lebih rendah dari target yang ditetapkan UNTR,” ungkap Samuel dalam riset hariannya, yang dipublikasikan di Jakarta, Kamis (6/11/2014).

Perusahaan sekuritas ini memperkirakan penurunan terjadi sebagai akibat tingginya ketergantungan penjualan alat berat kepada perusahaan mining contractor kecil dalam dua tahun terakhir (70%-80% dari penjualan ke sektor batubara). “Mining contractor kecil kami lihat akan suffer pada harga batubara seperti saat ini. Sementara itu mining contractor besar belum akan banyak mengeluarkan capex (belanja modal) tahun depan,” jelasnya.

Investor disarankan untuk hold saham UNTR. Saat ini saham UNTR ditransaksikan pada price earning (PE) 11,3 kali dan EV/EBITDA 5,3 kali. [mdr]

 

Narasumber : inilah.com

Diperbarui pada Kamis, 16 Jun 2016 10:41

JAKARTA. Potret pelemahan harga jual batubara sepanjang tahun ini menjadi dasar PT United Tractors Tbk mematok target kinerja tahun 2015. Perusahaan itu hanya berani mematok target penjualan alat berat pertambangan sebanyak 4.000 unit saja.

Jika dibandingkan dengan realisasi penjualan alat berat pertambangan tahun 2013 sebanyak 4.200 unit, berarti target itu melorot 4,76%. Sementara, jika dibandingkan target penjualan alat berat pertambangan tahun 2014 yang sebesar 3.700-3.800 unit alat berat, target 2015 itu masih lebih besar 5,26%-8,12%.

Namun, perlu dicatat, target 2014 itu adalah target revisi. Semula United Tractors optimistis bisa melego 4.494 unit alat berat pertambangan.

United Tractors merevisi target lantaran melihat animo pasar alat berat pertambangan loyo. Musabab loyo animo pasar adalah pelemahan harga jual batubara. "Pengusaha batubara semula optimistis mematok target perkembangan bisnis, tapi akhirnya terpaksa menunda rencana ekspansinya," terang Sarah Loebis, Sekretaris Perusahaan United Tractors kepada KONTAN, Rabu (5/11).

Mengintip data Bloomberg, harga jual kontrak batubara di pasar Newcastle Coal Futures sejak akhir tahun lalu alias year to date (ytd) memang melemah. Harga kontrak batubara pada 4 November 2014 pukul 18.00 wib untuk pengiriman Desember 2014, tercatat US$ 62,65 per metrik ton. Harga itu sekaligus menjadi harga terendah periode itu.

Sementara harga kontrak batubara pada 31 Desember 2013 masih US$ 84,75 per metrik ton. Catatan harga itu sekaligus menjadi harga tertinggi para periode itu.

Nah, United Tractors memprediksi tren pelemahan harga jual batubara masih terus berlanjut tahun depan. Maka dari itu, perusahaan berkode UNTR di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini hanya menganggarkan belanja modal Rp 350 miliar, sama dengan 2014.

Namun perusahaan yang 59,5% sahamnya dimiliki PT Astra International itu masih berharap ada secercah harapan pada kinerjanya tahun depan. Jika pada penjualan alat berat, United Tractors pasrah, tidak demikian dengan proyeksi penjualan alat berat konstruksi dan perkebunan.

Sarah bilang, fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo yang banyak menggenjot proyek infrastruktur akan memberikan peluang lebih besar bagi UNTR untuk menambah porsi penjualan alat berat konstruksi. Perusahaan itu berharap bisa mengail untung pada proyek jalan tol, pelabuhan dan jembatan.

Sarah belum bisa menyebut target penjualan tahun depan. Dia beralasan, baru bisa memprediksi target penjualan pasca proyek itu melewati proses pembebasan lahan.

Editor: Uji Agung Santosa


Narasumber : kontan.co.id
Diperbarui pada Kamis, 16 Jun 2016 10:41

JAKARTA. Anak usaha Grup Astra yang bergerak di bisnis alat berat dan pertambangan, PT United Tractors Tbk (UNTR) siap menggeluti bisnis konstruksi. Hal ini ditandai  rencana akuisisi mayoritas saham PT Acset Indonusa Tbk (ACST).

UNTR bakal membeli 250,5 juta saham ACST milik PT Loka Cipta Kreasi dan PT Cross Plus Indonesia. Jumlah itu setara 50,1% dari total saham ACST. Acset adalah perusahaan yang menggarap konstruksi sejumlah proyek besar di Jakarta, seperti Pacific Place, Gandaria City, Kota Kasablanka dan Taman Anggrek Residance.

Jika terwujud, akuisisi tersebut akan mendongkrak kinerja UNTR dalam jangka panjang. "Di jangka pendek, saya kurang yakin akan mendatangkan untung," ujar Inav Haria Chandra, analis Sucorinvest Central Gani, kepada KONTAN, Senin (20/10).

Di jangka panjang, bisnis konstruksi bisa menutupi pendapatan UNTR dari sektor pertambangan yang tengah lesu. "Perlahan bisa menutupi ketergantungan dari bisnis pertambangan," tutur Inav.

Akuisisi ACST juga bisa memperkuat bisnis alat berat UNTR. Sebab, dalam menggarap proyek konstruksi, ACST bisa saja menggunakan alat berat milik UNTR.

Analis Reliance Securities, Robertus Yanuar Hardy menilai, ACST maupun UNTR akan diuntungkan dalam jangka panjang. Bisnis ACST tentu semakin solid, lantaran ditopang kelompok usaha papan atas, yakni Grup Astra. Hal itu bisa  memudahkan ACST mendapatkan proyek baru. Bahkan, tak menutup kemungkinan proyek konstruksi Grup Astra akan diserahkan ke ACST.

Robertus bahkan menduga, kelak bisnis konstruksi bisa melampaui pendapatan dari sektor pertambangan UNTR. Saat ini, UNTR memiliki tiga lini bisnis yaitu alat berat, batubara dan pertambangan. Dengan mengendalikan ACST, konstruksi menjadi lini bisnis keempat UNTR.

Efek negatif
Berbeda dengan Robertus dan Inav, analis Mandiri Sekuritas Hariyanto Wijaya dalam risetnya pada 16 Oktober 2014 menyatakan, aksi diversifikasi bisnis UNTR akan berdampak negatif bagi kinerja perusahaan. Argumen dia, hal itu menyimpang dari bisnis utama, yaitu pertambangan.

Bahkan Hariyanto memaparkan, akuisisi UNTR atas 50,1% saham ACST tak akan berefek besar bagi kinerja perusahaan. Menurut dia, ACST akan menambah laba bersih Rp 72 miliar. Angka tersebut hanya setara 1% dari proyeksi laba bersih UNTR pada tahun depan yang mencapai Rp 5,2 triliun.

Lantaran transaksi ini diperkirakan rampung pada akhir tahun ini, para analis menilai efek aksi tersebut bakal dirasakan UNTR maupun ACST pada tahun depan.

Di tahun ini, para analis menilai kinerja UNTR tak secemerlang seperti tahun sebelumnya. Robertus bilang, tahun ini merupakan tahun penuh tantangan bagi UNTR. Hal ini dipicu lesunya sektor pertambangan batubara.

Robertus merekomendasikan buy UNTR dengan target Rp 22.000 per saham. Inav merekomendasikan buy dengan target Rp 29.000 per saham. Sedangkan Haryanto merekomendasikan sell, dengan target Rp 13.950 per saham. Harga saham UNTR kemarin naik 1,16% menjadi Rp 17.450 per saham.

Editor: Sanny Cicilia


Narasumber : kontan.co.id
Diperbarui pada Kamis, 16 Jun 2016 10:41

 

Anda disini: Home Semua Berita